Anime “Digimon Beatbreak”: Ketika AI Menguasai Dunia, Emosi Manusia Jadi Makanan Monster

Tentang Anime Digimon Beatbreak

Anime Digimon Beatbreak menceritakan tentang dunia di tahun 2050 yang sangat bergantung pada teknologi kecerdasan buatan (AI). Setiap orang memiliki perangkat pendukung AI berbentuk telur bernama Sapotama, yang berfungsi untuk segala hal mulai dari telepon, kartu perjalanan, hingga pemesanan makanan, dan ditenagai oleh energi yang dihasilkan dari pikiran dan emosi manusia, yang disebut e-Pulse.

Dari balik perkembangan AI yang luar biasa ini, muncul bahaya baru. Digimon, makhluk hidup yang mengerikan, mulai muncul dan berevolusi dengan mengonsumsi “e-Pulse” tersebut.

Kisah berfokus pada seorang remaja bernama Tomoro Tenma yang hidupnya berubah drastis ketika Sapotama miliknya mengalami malfungsi, dan Digimon bernama Gekkomon muncul. Tomoro kemudian bergabung dengan kelompok pemburu bayaran (bounty hunter) bernama Glowing Dawn (sebelumnya dikenal sebagai Golden Dawn) untuk menghadapi para Digimon ini dan menavigasi hubungan yang rumit antara manusia dan Digimon di tengah masyarakat yang terdominasi oleh AI.

Cerita ini juga menyoroti kesenjangan sosial dan ekonomi yang ekstrem, dengan masyarakat “ideal” yang terpusat di kota besar, sementara daerah pinggiran kota hidup dalam kondisi yang jauh dari kemajuan teknologi.

Mengapa Anime Ini Menarik?

Digimon Beatbreak menarik perhatian karena beberapa alasan, terutama karena menjanjikan perubahan formula yang signifikan dari seri Digimon sebelumnya:

  1. Nuansa Lebih Gelap dan Serius (Dystopia Sci-Fi): Berbeda dengan seri sebelumnya yang cenderung lebih cerah (seperti Digimon Ghost Game yang bergenre horor ringan), Beatbreak memiliki nuansa sci-fi murni dan suram. Dunia yang ditampilkan adalah dunia distopia yang mengkilap namun penuh masalah, dan Digimon ditampilkan sebagai monster yang harus ditakuti, yang dapat muncul tiba-tiba dan menimbulkan korban jiwa manusia, menghadirkan suasana yang tegang sejak episode awal.
  2. Kritik Sosial dan Teknologi: Anime ini secara eksplisit berfungsi sebagai kritik terhadap peran AI yang semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari dan dampak negatifnya, seperti stratifikasi sosial-ekonomi yang ekstrem. Konsep “e-Pulse” yang menjadi sumber energi Digimon dari emosi manusia juga menawarkan plot yang unik dan berpotensi dalam untuk dijelajahi.
  3. Karakter Utama yang Berbeda: Protagonis, Tomoro Tenma, digambarkan sebagai karakter yang lebih murung dan tragis, yang dianggap sebagai “anomali” atau “glitch” dalam masyarakat yang didominasi AI. Pasangannya, Gekkomon, juga merupakan Digimon yang tidak biasa sebagai partner utama, menjauh dari pola Digimon jenis naga/dinosaurus.
  4. Memperbarui Franchise: Para penggemar menyambutnya sebagai upaya untuk menghidupkan kembali franchise Digimon dengan pendekatan cerita yang lebih berani, lebih dewasa, dan kurang bergantung pada nostalgia, menawarkan dasar cerita yang dalam dan pembangunan dunia yang kuat.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *